Meracau : Kala Kelam 1801 (part3)


KALA KELAM

JAM

Hari ini adalah hari ulang tahun Betari, semenjak kematian sang ayah Betari selalu memakai jam tangan ayahnya di hari kelahiran Betari. Sebuah jam mati yang berhenti di angka 12.31 waktu kematian sang Ayah. Seringkali Betari salah memakai jam tersebut karena tidak berangka, rujukan satu satunya tentu alat pemutar jam tersebut.

**

Di waktu yang berbeda Hariman yang kelelahan terbangun oleh kerasnya weker miliknya sedari kecil. Bunyi raungan palu kecil bertemu kubah baja mini itu mengagetkan dan secara reflek dia menyapukan tangannya ke meja weker itu bertengger. Gubrak…jatuh dan mati…6 lebih satu. Tamat sudah riwayat jam yang selalu menghantarkan Hariman bangun menyongsong hari.

Dengan tergegas Hariman tak menyadari sebuah mobil lambat lambat mendekatinya dan akhirnya berhenti setelah terkaget dengan benturan antara Hariman dengan bumper depan sedan buatan tahun 2000 akhir tersebut.

**

Setengah berteriak Betari terkaget setelah perhatiannya teralihkan dari usaha heroiknya mencoba membenarkan posisi jam ayahnya yang terbalik menunjukkan angka 18.01, yang justru berakhir dengan tertabraknya Hariman oleh sedan merah miliknya.

**

Sebelum makan siang ini senyum Doni menghilang tersangkut di ujung  telepon saat ibunya yang menceritakan kesulitan keluarga mereka, namun sesat tadi ketika Betari mlemparkan senyum khasnya…secercah harapan kembali membuncah di dada Doni…tetap semangat dimana ada niat di situ ada jalan.

Kembali ke meja kerjanya Doni menyalakan kembali laptop miliknya, sebaris dua baris bahasa program dia masukkan. Doni mulai sadar ada yang aneh dengan laptopnya. Sesuatu di pojok bawah kanan menganggu dirinya yang dikenal detail. Jam ini kenapa menunjukkan waktu 18:01 bukankah sekarang baru jam 13:01. Tak berlama Doni menyetel kembali jam komputer di laptopnya yang ternyata berubah time zone (Kamchatsky) menjadi lebih 7 jam.

**

Sambil bernyanyi kecil Yuda mulai mencuci mukanya dan mebalurkna foam cukuran untuk merapihkan jenggotnya. Tampil maksimal adalah hal wajib bagi Yuda, apalagi pekerjaannya menggambarkan dirinya sebagai representasi perusahaan tempat dia bekerja.

“Sedikit lagi…dan selesai!” sebuah sapuan tegas membabat deretan bulu kasar di dagu Yuda. Hmmm…sedikit air panas di basuh ke muka akan menghilangkan pengang sisa kurang tidur semalam. Uap panas mulai keluar dari moncong keran di wastafel tersebut. Tampak membayang sedikit di ujung mata Yuda di ujung marmer wastafel tersebut. Jam digital oldies itu menunjukkan angka yang aneh 18:01…Yuda pun memicingkan matanya untuk mengecek ternyata jam benar menunjukkan 08:01. Ah uap panas ini mulai menggangu penglihatanku.

**

Tak jauh berapa lantai terpaut, Raya si tomboy memanggil manggil OB tua yang kemarin kemarin dia lihat di pantry.

“..Pak Umar…Pak..” hmmm dimana Pak Umar? Raya baru saja masuk ruangan kantor nya dan melihat jam dinding yang selalu dia lihat pertama kali menunjukkan angka yang salah. Jarum pendeknya seperti berhenti di angka 6 sedangkan jarum panjangnya berdetik lemah dan akhirnya mati di angka sekitara angka 1 menit.

” Ah pasti habis batere…” Raya mengambil selembar uang limapuluh ribu dari dompetnya. dan mulai mencari cari Pak Umar OB tua yang kemarinan selalu rajin membelikan nasi bungkus makan siang Raya.

Di pantry kosong…biasanya jam segini Pak Umar sedang membagikan secangkir teh panas di masing masing meja biar pas lima belas menit kemudian saat orang orang mulai berdatangan air di dalam gelas itu sudah berubah dari panas mendidih menjadi hangat kuku. Sangat pas saat diminum di pagi sebelum mulai sibuk bekerja.

Mungkin Pak Umar sedang mengganti gulungan tissue di kamar mandi..sambil melangkah kubuka toilet cewek itu…kosong…mmm ” Permisi” sebelum masuk toilet cowok aku setengah berteriak..takut nanti disangka pervert kepagian.

Derik pintu darurat berbunyi di ujung lorong sekilas tampak tubuh layu berjalan lambat. ” Pak…pak Umar…tunggu Pak..”

Setengah bergegas kubuka pintu darurat yang belum tuntas tertutup itu. Sosok Pak Umar berjalan ke atas…

” Pak…mau ke lantai atas?” Terdiam laki laki tua bernama Umar itu berbalik dan menatap kosong…setengah melompat aku menghampirinya.

” Pak aku titip batere AA satu pak yah…buat jam dinding…mati pak”

Pak Umar kembali hanya menatap kosong…sambil menyorongkan tangan tanpa berkata sepatah kata pun…Sedikit tak enak hati Raya memberikan uang itu dan merajuk tanda tak enak hati ” pak maaf yah merepotkan”

Sambil berbalik ke pintu Raya tercenung mengapa Bapak tua yang selalu ramah itu tiba tiba menjadi dingin…apakah sedang ada masalah? Sambil mendekati pintu Raya menengok ke arah tangga..Pak Umar tetap melangkah ke atas.

Setengah bingung Raya menebak nebak kenapa Pak Umar bersikap aneh, mungkin siang ini saat aku titip makan siang baiknya aku tanyakan kepadanya. Dan pintu darurat pun tertutup kembali….hening

**

Buzzzz….handphone security lobi gedung JBC bergetar…teks singkat muncul di layar Bram, komandan regu pagi :

“Inalillahi wa inailaihi rojiun telah berpulang ke hadirat Allah SWT Bapak Umar bin Amri. Mohon maaf atas segala khilaf dan kesalahannya”

” Bram encang lu udah ga ada…tadi subuh encing bangun shalat subuh encang udah ga ada..”.

” Maapin ya Bram kali ada salah ama lu…”

“Kalau bisa lu bantuin nguburin ya…encang lu…udah damai kali ya Bram”

Bram tertegun…sambil setengah berkaca kaca, dia pamit ijin ke staff di Manajemen Building, ” Pak paman saya meninggal mendadak tadi subuh, saya ijin ikut makamin siang ini di kampung belakang.”

Bergegas sambil mengusap mata…Bram berpapasan dengan Doni yang baru saja tiba di kantor…

Bramm panggil Doni…kemana lu jam segini udah maen balik aja…ganti shift lu? tumben..

“Sori Oom Don…encang ane wafat tadi subuh…” Gue balik dulu mau ikut makamin…


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *